Ada
kalanya saat kita mendengar sebuah kabr buruk, lalu bersyukur bahwa hidup kita
tidak sedemikian buruk. Dan ada kalanya, saat kita mendengar sebuah kabar baik,
lalu berucap” Kenapa saya tidak seberuntung dirinya?”
Sebenarnya apa ingin saya, inginnya
kamu, inginnya kalian?
Jadi bagian si kabar buruk atau jadi
bagian si kabar baik? Sepertinya berada di bagian mana pun. Kita tidak pernah
benar merasa lengkap dengan hidup kita. Bukan demikian?
Dulu sekali, keluarga saya pernah
menghadapi sebuah tragedi hidup yang nyaris membuat kami kehilangan semuanya.
Pernahkah kalian mengalami yang demikian? Nyaris kehilangan segalanya dalam
hidup? Saat itu saya memang belum cukup mengerti apa itu “kehilangan” tapi saya
menatap dan menyaksikan orang dewasa di sekeliling saya yang tengah berusaha
keras untuk tidak saling kehilangan. Dan jujur saja, itu tidak menyenangkan.
Banyak penilaian orang lain tentang keluarga kami saat itu. Ya, jelas saja
penilaian yang tidak begitu baik. Dan kamu tau, nyaris kesemuanya adalah tidak
benar. Saat itu saya memang belum cukup peduli tentang apa itu prasangka tapi
saya mendengar dan menyaksikan orang dewasa di sekliling saya yang tengah
berusaha untuk sok memahami permasalahan keluarga kami. Dan jujur saja,
perhatian itu justru membuat kondisi hidup saya semakin tidak nyaman.
Ketika saya dewasa dan tau bahwa
menjadi dewasa bukanlah hal yang mudah., maka saya rasa menyalahkan mereka
bukan lah hal yang tepat. Toh pada kenyataannya, saya masih tumbuh menjadi perempuan
yang menjunjung tinggi harga dirinya.
Itulah yang membuat saya tidak pernah suka melihat masa lalu atau latar
belakang buruk yang di bawa oleh orang orang yang saya kenal. Karena seberapun
buruk masa lalu nya, itu tidak menjamin mereka tidak bisa tumbuh lebih baik
lagi dari mereka yang bahkan punya masa lalu yang lebih baik.
Justru ada banyak teman teman saya
yang berkepribadian mengagumkan adalah bagian dari mereka yang memiliki masa
lalu yang tidak sederhana. Ya, termasuk saya sendiri. Akan jadi seperti apa
kamu, pada akhirnya adalah pilihan hidupmu sendiri. Seburuk apapun masa lalumu,
kamu selalu punya kesempatan untuk memliki masa depan yang baik. Terdengar
kelise kah? Seberapa pun kelise nya, tapi saya sudah membuktikannya sendiri.
Saya benci di bentak dan di marahi,
itu karena saya sudah kenyang melihat yang demikian dalam masa lalu saya. Saya
merasa cukup dan saya tau saya pantas mendapatkan dan melihat perlakuan yang
lebih baik. Maka maaf saja, kalau saya kerap menegur mereka yang berbuat
demikian pada saya. Percayalah, segala rasa tidak suka yang dimiliki orang
lain, mereka selalu punya alasan kenapa tidak menyukainya. Untuk itu, bukalah
sedikit hatimu agar mampu mengerti.
Saya tidak pernah malu tentang
kesalahan yang pernah di lakukan oleh keluarga saya, khususnya saya sendiri atau
teman yang saya kenal. Karena mereka yang saya sayangi saat ini dan berdiri di
hadapan saya, adalah mereka yang terbentuk dari apa yang mereka lalui di hari
kemarin. Lalu memang apa salahnya pernah menjadi buruk, kalau memang untuk
menjadi baik kamu harus mengalami yang demikian lebih dulu. Bukankah Tuhan
selalu punya jalan Nya sendiri untuk menyayangi umatNya
Kalau kamu merasa selalu bisa
menjadi baik, baik di masa lalu maupun di masa sekarang mu, maka bersyukur saja
untuk hal itu dan tidak perlu merepotkan diri dengan memberi penilaian buruk
pada mereka yang tidak cukup beruntung untuk dapat memiliki perjalanan hidup
sebaik yang kamu miliki. Walaupu kalau saja bisa memilih,kita bisa memilih
lahir jadi siapa. Tidak ada yang bisa memastikan kita tidak akan salah pilih. Tidak
ada pula yang bisa memastikan kita akan bahagia. Saya kerap merasa aneh, dengan
mereka yang selalu saja mengeluhkan pekerjaannya, kondisi keluarganya di rumah, atau lingkungan
dimana mereka tengah hidup dan menetap. Seperti bagaimana orang Rembang selalu
menghina kotanya sendiri setiap hari, tanpa bahkan pernah berbuat sesuatu yang
berarti untuk memperbaikinya. Anehnya, tidak ada yang merasa malu atasnya.
Kenapa jarang sekali ada manusia
yang malu pada Tuhan nya, karena selalu saja merasa tidak cukup atas hidupnya
sendiri. Saya tidak mengatakan diri saya lebih baik. Kamu tau, setiap kata
pengingat yang saya tuliskan adalah saya tujukan pada diri saya sendiri.
Tolonglah, utamakan prasangka baik dibandingkan prasangka buruk. Lihat berapa
ribu warga Indonesia yang mengeluhkan macet tiap harinya di social media?
Padahal Tuhan masih berbaik hati memberi mereka berkah mobil yang nyaman. Atau
setidaknya, memberi mereka berkah untuk menaiki kendaraan umum yang beratap
Dan lucunya saya kerap kali
mengalami kejadian macam ini. Ketika saya sedang merasa tidak beruntung, entah
bagaimana Tuhan selalu menegur saya langsung dengan cara Nya. Bersyukurnya
saya... J Jadi belum lama ini kejadiannya.
Suatu ketika di saat saya sedang
makan siang di sela istirahat jam kantor, saya bertemu sepasang suami istri
yang mengamen dengan menyanyi menggunakan tape rekaman. Sang suami berjalan di
depan dan sang istri setia memegang erat sang suami berjalan di balik punggungnya.
Dan Masya Allah, keduanya buta!
Bagaimana dua orang buta bahkan bisa saling menuntut dalam hidup mereka?
That’s miracle! Cinta mereka berhasil membuat saya cemburu!
Bahkan tidak ada raut “ketidak
terimaan nasib” di kedua wajah pasangan itu. Mereka berjalan saling menuntun
dan terlihat begitu bangga dengan apa yang mereka lakukan. Mereka memang cacat,
dengan segala kenyataan dan kemungkinan itu, mereka tidak memilih menjadi
pengemis, tidak. Cinta macam beginilah yang seharusnya membuat kalian semua
cemburu. Dari pada cemburu melihat pasangan yang mengumbar kemesraan di status social
media nya. Saling melempar pujian kosong, yang bahkan kesetiaannya tidak bisa
di bandingkan dengan sepasang pengamen yang saat itu tengah berada di hadapan
saya.
Lucu
sekali memang, ketika makna cinta telah bergeser begitu jauh ke tepian asa asa
hampa dunia social media. Cinta cinta yang mengumbar harap dan mimpi tanpa
saling menggenggam nyata dalam hari hari yang sulit. Oh dear, cinta macam apa
yang ada di kepala kalian itu? Cinta yang dengan bangga menulis status hubungan
“menikah dengan.. “ Ya Tuhan...,sungguh saya tidak mengerti akan semua itu.
Cinta yang dengan mudah meng uplod foto foto di saat saat yang mereka juduli
bahagia. Dan menghapusnya sedetik setelah mereka saling membenci. Itu cinta yah
namanya? Sepertinya kita memang membaca arti cinta dari kamus yang berbeda.
Bagi saya tidak ada yang pantas di
sebut cinta, bila bahkan tidak ada satu keadaan buruk yang pernah kalian lewati
bersama. Tidak ada yang layak di sebut cinta bila tidak ada kesetiaan yang
mampu memeluk kekurangannya. Dan saya menyayangi seorang “Irfan” karena dia suka apa
yang saya suka. Semua orang bisa melakukannya., tapi tidak semua mampu
melakukannya; Saya tidak suka bla bla bla yang ada pada dirinya, tapi saya
tetap menyayanginya. Entah bagaimana sepasang buta justru lebih pandai
mensyukuri dan memaknai hidup dan cinta dibanding kita yang bisa melihat
birunya warna langit.