Kamis, 05 September 2013

" Proses Tuhan Yang Memang Sudah Selayaknya Saya Nikmati "


Kita tak pernah tau kemana hidup akan menuju. Tapi yang jelas, mereka tak akan pernah berhenti memproduksi persoalan. Kita bisa memilih untuk mengeluh, lalu membuat yang buruk jadi semakin buruk. Atau kita bisa memilih untuk memikirkan jalan keluar, lalu menatapnya sebagai ke baik baik saja an. Sebagai proses yang memang sudah selayaknya kita nikmati, karena waktu adalah hal yang tidak akan pernah dapat terulang lagi. Memang siapa yang mampu mengulang hidupmu? Siapa yang juga mampu melawan kehendakNya?
                Belakangan, banyak hal yang tidak saya bayangkan datang silih berganti ke dalam hidup saya. Tidak semuanya baik, beberapa bahkan terlalu buruk hingga memaksa saya untuk menangis lebih lama dari biasanya. Tapi saya tetap bersyukur pada yang Kuasa, sampai sekarang saya belum juga bosan jadi manusia yang tidak betah dalam kesedihan. Saya cengeng, tapi saya masih memilih untuk menangisi suatu masalah sekali saja lalu mengucapkan selamat tinggal padanya. Saya hanya tau, Tuhan tidak akan pernah salah memberi keputusan. Karena Dia yang selalu akan jadi yang pertama berpijak dalam masa depan dan hari esok hidup saya
                Tapi bukan Tuhan namanya, kalau hanya memberi yang membuat kita belajar tapi tidak memberi apa yang mampu membuat kita bahagia.. Belakangan, saya pun banyak dibahagiakan, bahkan oleh hal hal yang di luar pikiran saya. Itu kenapa, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur dalam hidup ini. Selalu melihat ke atas tentu akan membuatmu lelah, terus memlihat ke bawah pun akan membuatmu sulit ke mana mana. Melihat lah ke depan, dan pastikan langkahmu selalu menuju apa apa yang Tuhan setujui, Maka kelak, tidak akan ada penyesalan ketika kamu kembali melihat ke belakang.
                Bahagia itu sesederhana menerima dengan senang hati seberapa pun sulit hal yang tengah harus di hadapi. Lalu lupa bagaimana caranya protes pada Tuhan... bukan begitu? Dan masalah pun perlu untuk kita peluk. Agar mereka mau menceritakan hikmah di balik kedatangan mereka... :)

Senin, 02 September 2013

“Kita melihat. Kita mempelajari. Kita memperbaiki. Dan Kita melengkapi”

Entah mengapa kerap sekali merasa bahwa kata “pujian” tidaklah tercipta untuk saya. Setiap kali ada yang memuji lalu kemudian saya menjadi takut untuk berdiri. Bodoh memang, tapi nyatanya itu “masih” saja terjadi
            Acap kali merasa tak cukup cantik untuk dibilang cantik, merasa tak cukup pintar untuk dikatakan pintar, merasa tak cukup baik untuk dikatakan baik. Lalu saya bertemu orang orang yang kemudian mengatakan hal yang sama. Dan nyatanya kita semua sama. Selalu merasa tidak cukup untuk di katakan cukup
            Bicara tentu lebih mudah dari prakteknya. Dan saya pun masih saja sering menjilat kembali setiap kata bijak yang saya tuliskan untuk teman teman saya, bahwa menjadi diri sendiri tidak pernah mudah, tapi itu mungkin karena kita terlalu sibuk mencoba menjadi orang lain

            Dan saya tidak pernah suka dengan kata “sempurna”. Karena untuk saya, sempurna adalah sesuatu yang tidak tercipta untuk ada di dunia ini. Mengejarnya adalah sebuah kebodohan yang nyata. Kita hidup untuk menjadi, bukan sempurna. Bahkan seorang buta pun lengkap dengan kebutaannya
            Tuhan tidak pernah memberikan kesia siaan dalam hidup. Setiap yang kau nilai kekurangan yang ada padamu adalah sebuah keistimewaan yang membuatmu justru “berbeda” dengan makhluk lain. Bukan pula salahmu jika ada orang orang yang tidak siap menerima perbedaan. Tapi untuk saya, tidak ada alasan untuk takut menjadi diri sendiri, walau pun acap kali saya masih merasa takut

Always Look on the Bright Side of Life. Can you?

Ada kalanya saat kita mendengar sebuah kabr buruk, lalu bersyukur bahwa hidup kita tidak sedemikian buruk. Dan ada kalanya, saat kita mendengar sebuah kabar baik, lalu berucap” Kenapa saya tidak seberuntung dirinya?”
            Sebenarnya apa ingin saya, inginnya kamu, inginnya kalian?
            Jadi bagian si kabar buruk atau jadi bagian si kabar baik? Sepertinya berada di bagian mana pun. Kita tidak pernah benar merasa lengkap dengan hidup kita. Bukan demikian?
            Dulu sekali, keluarga saya pernah menghadapi sebuah tragedi hidup yang nyaris membuat kami kehilangan semuanya. Pernahkah kalian mengalami yang demikian? Nyaris kehilangan segalanya dalam hidup? Saat itu saya memang belum cukup mengerti apa itu “kehilangan” tapi saya menatap dan menyaksikan orang dewasa di sekeliling saya yang tengah berusaha keras untuk tidak saling kehilangan. Dan jujur saja, itu tidak menyenangkan. Banyak penilaian orang lain tentang keluarga kami saat itu. Ya, jelas saja penilaian yang tidak begitu baik. Dan kamu tau, nyaris kesemuanya adalah tidak benar. Saat itu saya memang belum cukup peduli tentang apa itu prasangka tapi saya mendengar dan menyaksikan orang dewasa di sekliling saya yang tengah berusaha untuk sok memahami permasalahan keluarga kami. Dan jujur saja, perhatian itu justru membuat kondisi hidup saya semakin tidak nyaman.
            Ketika saya dewasa dan tau bahwa menjadi dewasa bukanlah hal yang mudah., maka saya rasa menyalahkan mereka bukan lah hal yang tepat. Toh pada kenyataannya, saya masih tumbuh menjadi perempuan yang menjunjung tinggi harga dirinya.  Itulah yang membuat saya tidak pernah suka melihat masa lalu atau latar belakang buruk yang di bawa oleh orang orang yang saya kenal. Karena seberapun buruk masa lalu nya, itu tidak menjamin mereka tidak bisa tumbuh lebih baik lagi dari mereka yang bahkan punya masa lalu yang lebih baik.
            Justru ada banyak teman teman saya yang berkepribadian mengagumkan adalah bagian dari mereka yang memiliki masa lalu yang tidak sederhana. Ya, termasuk saya sendiri. Akan jadi seperti apa kamu, pada akhirnya adalah pilihan hidupmu sendiri. Seburuk apapun masa lalumu, kamu selalu punya kesempatan untuk memliki masa depan yang baik. Terdengar kelise kah? Seberapa pun kelise nya, tapi saya sudah membuktikannya sendiri.
            Saya benci di bentak dan di marahi, itu karena saya sudah kenyang melihat yang demikian dalam masa lalu saya. Saya merasa cukup dan saya tau saya pantas mendapatkan dan melihat perlakuan yang lebih baik. Maka maaf saja, kalau saya kerap menegur mereka yang berbuat demikian pada saya. Percayalah, segala rasa tidak suka yang dimiliki orang lain, mereka selalu punya alasan kenapa tidak menyukainya. Untuk itu, bukalah sedikit hatimu agar mampu mengerti.
            Saya tidak pernah malu tentang kesalahan yang pernah di lakukan oleh keluarga saya, khususnya saya sendiri atau teman yang saya kenal. Karena mereka yang saya sayangi saat ini dan berdiri di hadapan saya, adalah mereka yang terbentuk dari apa yang mereka lalui di hari kemarin. Lalu memang apa salahnya pernah menjadi buruk, kalau memang untuk menjadi baik kamu harus mengalami yang demikian lebih dulu. Bukankah Tuhan selalu punya jalan Nya sendiri untuk menyayangi umatNya
            Kalau kamu merasa selalu bisa menjadi baik, baik di masa lalu maupun di masa sekarang mu, maka bersyukur saja untuk hal itu dan tidak perlu merepotkan diri dengan memberi penilaian buruk pada mereka yang tidak cukup beruntung untuk dapat memiliki perjalanan hidup sebaik yang kamu miliki. Walaupu kalau saja bisa memilih,kita bisa memilih lahir jadi siapa. Tidak ada yang bisa memastikan kita tidak akan salah pilih. Tidak ada pula yang bisa memastikan kita akan bahagia. Saya kerap merasa aneh, dengan mereka yang selalu saja mengeluhkan pekerjaannya,  kondisi keluarganya di rumah, atau lingkungan dimana mereka tengah hidup dan menetap. Seperti bagaimana orang Rembang selalu menghina kotanya sendiri setiap hari, tanpa bahkan pernah berbuat sesuatu yang berarti untuk memperbaikinya. Anehnya, tidak ada yang merasa malu atasnya.
            Kenapa jarang sekali ada manusia yang malu pada Tuhan nya, karena selalu saja merasa tidak cukup atas hidupnya sendiri. Saya tidak mengatakan diri saya lebih baik. Kamu tau, setiap kata pengingat yang saya tuliskan adalah saya tujukan pada diri saya sendiri. Tolonglah, utamakan prasangka baik dibandingkan prasangka buruk. Lihat berapa ribu warga Indonesia yang mengeluhkan macet tiap harinya di social media? Padahal Tuhan masih berbaik hati memberi mereka berkah mobil yang nyaman. Atau setidaknya, memberi mereka berkah untuk menaiki kendaraan umum yang beratap
            Dan lucunya saya kerap kali mengalami kejadian macam ini. Ketika saya sedang merasa tidak beruntung, entah bagaimana Tuhan selalu menegur saya langsung dengan cara Nya. Bersyukurnya saya... J Jadi belum lama ini kejadiannya.

            Suatu ketika di saat saya sedang makan siang di sela istirahat jam kantor, saya bertemu sepasang suami istri yang mengamen dengan menyanyi menggunakan tape rekaman. Sang suami berjalan di depan dan sang istri setia memegang erat sang suami berjalan di balik punggungnya. Dan Masya Allah, keduanya buta!  Bagaimana dua orang buta bahkan bisa saling menuntut dalam hidup mereka? That’s miracle! Cinta mereka berhasil membuat saya cemburu!
            Bahkan tidak ada raut “ketidak terimaan nasib” di kedua wajah pasangan itu. Mereka berjalan saling menuntun dan terlihat begitu bangga dengan apa yang mereka lakukan. Mereka memang cacat, dengan segala kenyataan dan kemungkinan itu, mereka tidak memilih menjadi pengemis, tidak. Cinta macam beginilah yang seharusnya membuat kalian semua cemburu. Dari pada cemburu melihat pasangan yang mengumbar kemesraan di status social media nya. Saling melempar pujian kosong, yang bahkan kesetiaannya tidak bisa di bandingkan dengan sepasang pengamen yang saat itu tengah berada di hadapan saya.
Lucu sekali memang, ketika makna cinta telah bergeser begitu jauh ke tepian asa asa hampa dunia social media. Cinta cinta yang mengumbar harap dan mimpi tanpa saling menggenggam nyata dalam hari hari yang sulit. Oh dear, cinta macam apa yang ada di kepala kalian itu? Cinta yang dengan bangga menulis status hubungan “menikah dengan.. “ Ya Tuhan...,sungguh saya tidak mengerti akan semua itu. Cinta yang dengan mudah meng uplod foto foto di saat saat yang mereka juduli bahagia. Dan menghapusnya sedetik setelah mereka saling membenci. Itu cinta yah namanya? Sepertinya kita memang membaca arti cinta dari kamus yang berbeda.
            Bagi saya tidak ada yang pantas di sebut cinta, bila bahkan tidak ada satu keadaan buruk yang pernah kalian lewati bersama. Tidak ada yang layak di sebut cinta bila tidak ada kesetiaan yang mampu memeluk kekurangannya. Dan saya menyayangi seorang “Irfan” karena dia suka apa yang saya suka. Semua orang bisa melakukannya., tapi tidak semua mampu melakukannya; Saya tidak suka bla bla bla yang ada pada dirinya, tapi saya tetap menyayanginya. Entah bagaimana sepasang buta justru lebih pandai mensyukuri dan memaknai hidup dan cinta dibanding kita yang bisa melihat birunya warna langit.