Kamis, 24 Oktober 2013

Jarak kita berteman Yuk :)


“Bagaimana mencintaimu pun, bisa mematahkan diriku sendiri. Maka jangan biarkan saya memilih menjadi patah. Seharusnya cintamu ada untuk memastikan saya baik baik saja”
            Ada yang bilang jarak akan membuat kamu tersadar pentingnya seseorang yang selama ini tidak kamu pertimbangkan keberadaannya di dalam hidupmu. Ada yang bilang jarak akan membuatmu tau seberapa besar kadar cintamu pada seseorang yang selama ini selalu ada untukmu. Ada pula yang bilang jarak akan membuatmu mengerti, bagaimana rasa sakitnya merindui
            Saya sendiri memahami sangat soal jarak, terkadang memberi saya ruang untuk mengelupas isi perasaan saya sendiri. Jarak pun kadang memberi saya kesempatan untuk mencari kebahagiaan lain yang mungkin akan saya dapatkan, tapi tidak demikian. Jarak pun, kerap membuat saya di benci oleh mereka yang begitu saya sayangi, hanya karena mereka tak mampu memahami bahwa merekalah yang selama ini sebenarnya telah menggaris jarak di antara kami
            Kita tak mungkin berjarak tanpa alasan,tidak pernah mungkin. Walau beribu alasan itu tak pernah ada yang sanggup mengungkapnya, selalu ada alasan kenapa seseorang mengambil langkah mundur, atau justru mengambil langkah mblunder menjauhi. Selalu ada yang terluka, dan selalu ada yang ber tanya tanya. Entah berapa juta orang di dunia ini, di detik ini, yang tengah mempertanyakan soal jarak menyakitkan yang mereka hadapi. Dan mengarang jawaban yang mampu menghibur kegalauan hati mereka sendiri pada akhirnya
            Beberapa tak mampu memahami, seberapa sedihnya melihat seseorang yang begitu ingin kita bahagiakan terlihat begitu bahagia bersama seseorang yang bahkan baru mereka temui dibanding dengan kita yang setiap waktu selalu ada untuknya selama ini. Itu adalah detik di mana kita merasa kecewa atas diri kita sendiri
            Tidak akan sanggup menyalahkan siapapun, selain menyalahkan diri sendiri bukan? Lgi pula siapa yang sanggup menyalahkan orang yang begitu di sayangi? Sayang yang sebenarnya, akan selalu lebih dulu bertanya soal kekuarangan diri sendiri. Lalu setelah pertanyaan panjang, biasanya seseorang akan lebih suka memutuskan;
            “Baiklah aku akan memberikan kesempatan pada kalian untuk bahagia, dengan memberi jarak pada kita. Bukan karena aku tak mencintaimu, ini hanya karena aku terlalu mencintaimu”
            Terpujilah mereka yang benar sanggup melakukannya tanpa merasa sakit. Karena kamu tau, ada kalanya mencintai berarti harus berani menghadapi sakit untuk memilih bertahan. Dan beberapa begitu tak sanggup menahan sakit dan justru memilih memberi kesempatan pada dia yang tengah di sayangi untuk menikmati hal yang tengah membuatnya bahagia detik itu. Walau itu berarti memberinya kesempatan berbahagia bersama selain kita

            Pergi bukan berarti tak ingin bertahan. Terkadang pergi, berarti berani memberi diri kesempatan untuk lebih bahagia, walau pun berarti harus berjalan tanpanya. Walau pun pergi jauh lebih mudah dari bertahan tinggal. Tetapi pergi setidaknya masih memberi kesempatan untuk tidak membuang waktu, dengan berpura bahagia melihatnya bahagia bersama orang lain
            Ada begitu banyak cinta yang memaksa seseorang untuk ber akting tengah bahagia padahal hatinya hancur tak karuan. Itulah mereka yang memilih menahan sakit dengan bertahan bersama orang yang mereka sayangi. Karena begitu takut berjarak dengan hati yang begitu mereka cintai
            Saya tidak selalu sanggup memilihnya, Tidak dan terima kasih

            Dan sepertinya,semakin hari saya semakin terbiasa dengan kata “JARAK” barisan kata yang tak asing sudah di telinga saya. Entah apa maksut Tuhan menempatkanku pada sebuah hubungan dan komitment yang harus berkaitan dengan jarak? Bagi saya, jarak sudah bukan merupakan hal yang baru ,sudah seperti teman nampaknya. Seperti sekarang, Saya harus terpisah 125 kilometer dari sosok Irfan yang Tuhan hadirkan sebagai hadiah dari ujian kemarin. Yaah.. dia adalah sosok pembuka hidup saya dia awal tahun 2013 dan seterusnya.Amien.. Sungguh dia sosok yang begitu istimewa :) Apalah kalo di pikir, 125 kilometer ini hanyalah angka,bahwa sesungguhnya kami begitu dekat. Hanya saja, Tuhan belum mengijinkan saya merengkuh raganya. Semoga dia merasa,bahwa saya merengkuhnya melalui do’a do’a usai sujudku..

Selasa, 22 Oktober 2013

Aku siapa??

Ketika pertanyaan itu saya tujukan pada diri sendiri, saya pasti terdiam lama. Lalu pikiran saya ke masa lalu. Mencari cari yang mana saya dan seperti apa bentuk saya. Kembali ke masa dimana saya masih berlari riang tanpa busana, mengelilingi penjuru rumah lalu duduk di sembarang tempat. Sedang ibuku mulai kesal mencoba menangkapku. Saya yang begitu bersih. Kalian bisa melihat dari beningnya mata anak balita mana yang tidak mencerminkan sucinya mereka
                Dulu saya belum tau apa itu dosa? Bahkan ketika manusi lain memperlakukan saya dengan salah, saya tidak akan mengharapkan maaf dari mereka. Saya tidak mengenal maaf, tak banyak yang saya ingat dari masa masa itu. Masa ketika saya bahkan tak bisa menyebut “Mbak Nensi” dengan benar, nama kakak kandung saya
                Hingga kemudian datang saya yang sekarang. Yang telah kerap terluka dan melukai. Yang tak lagi dapat berlari kesana kemari tanpa busana. Walau saya kini telah mampu menyebut “Mbak Nensi” dengan benar, tak lantas saya mampu hidup lebih baik dari anak yang dulu bermata bening itu. Anak yang duduk di lantai sembarangan, yang dengan bangga menaiki troli yang di dorong ibunya ketika belanja, yang kerap meminta untuk di buatkan mainan kapal dari kertas oleh ayahnya. Siapa saya yang sekarang, tentunya berawal dari berkulit coklat dan bermata bening besar itu. 23 tahun lalu dia tidak dengan begitu saja lahir di dunia. Dia lagi lagi ada di atas nama cinta ayah dan ibu nya, sungguh manis bukan J
                Kemudian renungan panjang saya jalani. Bahwa begitu banyak yang telah terjadi pada diri saya dan hidup saya. Yang dulu hanya sebuah rengekan kecil sekarang menjadi tangisan semalam suntuk. Yang dulu hanya tau sayang pada ayah ibu dan sodara kandung nya kini mulai mengenal sayang pada sahabat, dan bahkan sayang pada sosok seorang Irfan... Aneh,tapi hidup memang sedemikian aneh untuk di katakan normal
                Isi mimpi pun sekarang mulai berbeda. Saya tentu saja tak perduli pada bunga tidurku dulu. Saya akan tidur dengan kantuk yang nyata dan terjaga di tengah basah kasurku yang terkena ompol. Tapi kini tertidur pun saya harus menunggu kantuk, terjaga pun dapat dengan mudah di ambil kegalauan. Hidup menjadi tak lagi dengan begitu mudah dapat saya lewati. Entah kemana saya yang dulu pergi, entah kemana “kemudahan” yang dulu terpatri di dalam hari. Dan kini, saya dewasa lebih sulit  mencari alasan untuk tertawa. Acap kali pandai membuat senyum palsu. Tapi tetap tidak sabaran pada segala sesuatu yang menyulitkan. Saya yang sekarang, lebih mudah menyerah pada ketidak mampuan. Mana teriakan “aku mau! Aku mau!” yang dulu selalu muncul disetiap kesempatan yang di tawarkan. Manusia dewasa entah mengapa begitu pengecut
                Ya, walau tidak semua. Bagi mereka yang hidup nya selalu baik baik saja. Tapi mana ada manusia yang selalu merasa baik baik saja. Bahkan ketika mereka memiliki segalanya. Saya bahkan mengakui menjadi manusia yang terkadang malas  untuk mengucap syukur. Kita menganggapnya manusiawi, kita memaklumi hal yang nyatanya salah dan menjadikannya bukan lagi sesuatu yang salah. Ya itu lah saya yang sekarang. Penuh kekurangan, penuh penyangkalan
                Saya hanyalah perempuan biasa, yang bahkan tidak suka banyak hal yang orang lain suka. Yang tetap banyak menangis dan meratap. Tetap banyak kecewa dan kembali berharap. Banyak mengingkari dan kembali berjanji. Saya tetap seperti manusia umumnya. Mencoba bangkit dari banyak kegagalan, mencoba percaya setelah dengan nyata di tinggalkan..
                Lalu siapakah saya, Saya bahkan sedang terus mencari jawabannya. Entah di lembar sebelah mana buku hidup saya ini. Atau mungkin sebenarnya kita tau pasti diri kita hanya tak ingin mengungkapkan yang sebenarnya. Karena begitu takut dengan kebenaran. Saya kadang berfikir, bagaimana jika selama 23 tahun ini, saya bahkan belum pernah menjadi diri saya sendiri. Hingga lupa bentuk asli yang sebenarnya. Oleh karena nya menjawab pertanyaan pertanyaan sependek “siapa kamu?” saja saya butuh belembar lembar kertas semacam ini. Dan membiarkan kalian semakin panjang membaca.
                Yang saya tau, Saya adalah perempuan yang begitu mudah untuk menangis ketika melihat atau mendengar sesuatu yang menyedihkan. Yang saya tau, Saya begitu benci teriakan dan kekerasan. Yang saya tau, Saya tidak suka asap rokok juga kebohongan yang di sengaja. Saya tidak suka pengkhianatan, perselingkuhan, dan kawan kawannya. Dan lagi lagi, ada beberapa bagian dalam diri saya mungkin yang mirip dengan kamu. Karena nyatanya kita sama manusia.
                Saya yang sekarang adalah perempuan yang ingin memiliki sesuatu yang dapat dibaca orang lain. Yang ingin menikah dengan seorang pria baik hati dan ingin menjadi seorang ibu yang sehat untuk anaknya kelak. Yang ingin menemukan cinta sejatinya dengan jalan yang biasa saja. Yang tidak pernah berharap menjalani kisah yang ciderella alami pada waktu itu. Tapi tetap ingin menikah dengan gaun cantik serta memiliki pria yang tampan dalam versinya, manis bukan.. :)
                Saya yang sekarang adalah sesuatu yang rapuh walau tak juga patah. Yang sedang mencoba sebisa mungkin berdamai dengan masa lalu nya yang tidak semua bagiannya baik. Yang ingin di kasihi secara tulus dan mengasihi kembali dengan utuh. Yang tak pernah ingin sama sekali berbohong jika saja bisa.
                Saya yang sekarang adalah anak perempuan ke dua ayahku.. Mempunyai kakak perempuan dan seorang ibu yang baik hati. Saya adalah siapa mereka panggil anak, adik, sahabat, dan pacar mungkin. Dan saya adalah perempuan yang mencintai pria yang mau mencintai saya kelak. Saya tak pandai matematika dan benci logaritma. Suka bernyanyi tanpa tau nada, dan masih tetap suka mencela orang lain yang berpakaian tidak sesuai selera saya sendiri.padahal itu sama sekali bukan urusan saya
                Terima kasih Tuhan, karena Kau biarkan saya mempertanyakan pertanyaan ini pada diri saya sendiri. Lalu kemudian saya kesulitan menjawabnya. Saya tau Kau sedang tersenyum membaca jawaban ini :)

Ya... Apalah Saya ini


Saya begitu benci pada mereka yang menyatakan penyesalannya setelah menyakiti dan mengecewakan saya dengan begitu keterlaluan. Bagaimana bisa kamu meninggalkan seseorang, lalu menyakitinya, dan melakukan keduanya hanya untuk menyesal? Bukankah yang demikian terlalu buruk untuk di terima? Apa gunanya manusia punya akal dan hati? Bila tidak dia gunakan untuk berpikir dan merasa sebelum dia bertindak dan bicara? Sungguh saya tak apa di sakiti asal setelah menyakiti saya, orang tersebut benar bisa mendapatkan apa yang dia harapkan, mendapatkan apa yang mungkin tidak bisa dia temukan di dalam diri saya. Tapi bila suatu ketika dia menyesal, bisakah dia simpan penyesalan itu sendiri?
            Seharusnya, ketika seseorang berani bertindak salah, dia pun harus berani kalah. Bila dia seketika merasa menyesal, maka ceritakanlah penyesalan tersebut pada Tuhan. Tidak semua manusia, suka mendengar penyesalan. Saya tidak melalui hal buruk atau perasaan buruk hanya untuk mendengar penyesalan dari mulut seseorang yang dengan penuh kesadaran telah memilih untuk mengecewakan saya
            Saya tidak mengatakan bahwa manusia tidak boleh menyesal. Penyesalan adalah bagian dari hidup. Tapi bagi saya, penyesalan tidak akan menyembuhkan apa apa untuk saya yang mengecewakan. Jadi simpanlah saja penyesalanmu, bila kamu merasa telah mengecewakan saya. Untuk orang lain, itu terserah padamu, tapi tidak pada saya.
           
Saya bisa hidup hanya dengan tersenyum dan menerima senyum. Saya tengah  hidup dengan seseorang yang tidak pernah bosan tersenyum pada saya dan tidak mudah marah untuk perdebatan sepele kami,  sungguh saya bertahan seberapa pun hidup begitu sulit setelahnya. Saya tidak butuh uang banyak. Jelas saja saya pun juga tidak ingin hidup miskin, tapi rasa miskin hanya akan datang pada orang yang malas. Banyak kok mereka yang di pandang miskin, tapi justru merasa hidup begitu berkecukupan. Karena mereka bekerja keras, mereka selalu menghargai seberapa pun sedikit rupiah yang mereka miliki. Bukan justru menghujat Tuhan dan nasib, bukan justru meminta minta dan merasa cukup hina untuk melakukannya
            Jelas saja saya juga ingin memiliki pasangan yang mampu menyekolahkan anak anak kami sampai mereka kelak pun mampu menyekolahkan anak anak mereka. Tapi saya tidak pernah ingin menjadikan harta sebagai sesuatu yang harus saya kumpulkan agar saya semakin kaya. Mati pun, saya hanya di balut dengan kain. Dan hanya akan menjadi sesuatu yang hilang sendirian. Boro boro sempat membawa serta selogam uang. Di telanjangipun saya sudah tak bisa menutupi tubuh saya sendiri.
            Jadi apa yang penting untuk saya kumpulkan di dunia yang kelak tidak akan ikut pergi bersama saya ini? Bagi saya tidak ada yang lebih penting kecuali mengumpulkan kebaikan, juga mengumpulkan senyum dari hai hati yang tulus menyayangimu :)

Kamis, 10 Oktober 2013

Untuk kamu, lelaki yang ku mau, untuk masa depanku.. (IRFAN PANJI' YURISTAMA)

Ada yang ingin ku katakan padamu, mengenai isi hati.
Aku ingin menorehkannya ke dalam sebuah tulisan, untuk berjaga-jaga jika nanti kamu mulai lupa saat ingatan mu termakan usia..
Eemm.. Masih ingat?
Kita dipertemukan. Bukan aku yang menemukanmu, ataupun kamu yang menemukanku. tapi sebuah skenario yang disengaja Tuhan-lah yang telah mempertemukan kita.
Masih ingat?
Pertama kali kita berjabat tangan? Matamu. Iya, aku jatuh cinta pada matamu. Pertama kujabat tanganmu, saat itulah matamu menjadi tanda baca, lalu bertemu mataku, dan kini mereka menjadi cerita..
Masih ingat?
Saat aku memberanikan diri menceritakan semua ketakutanku?
Lalu kamu melihat aku yang lemah., meski kamu tidak suka dengan orang yg lemah, tapi ternyata kamu tetap disana. Selalu ada. Untuk mengawasiku dari kejauhan. Disaat itulah aku jatuh padamu…
Masih ingat?
Saat kamu bilang, akan memberikan yang terbaik untuk ku?
Saat itulah aku belajar untuk percaya (lagi).
Belajar untuk bangkit (lagi).
Belajar untuk kuat (lagi).
Dan berharap tidak dikecewakan (lagi)…
Ketika aku jatuh cinta, aku mempersiapkan dua hal: Bahagia dan sakit hati.. Itu hukum alam. Begitupun saat aku jatuh cinta padamu, dengan segala resikonya, yang sudah sangat aku pahami. Saat ku jatuhkan hatiku padamu, tak pernah terfikir bahwa aku ingin singgah selamanya dihatimu sebagai tulang rusukmu seperti ini.
Aku memang tidak pernah bisa memilih kepada siapa aku akan jatuh cinta.. Yang kutahu, aku selalu jatuh cinta dalam keadaan sadar. Sadar dalam artian, aku tidak perlu bertanya kepada siapapun “am I falling in love?”
Selama hidup, aku bertemu sosok yang membuatku belajar mencintai dengan baik: membebaskan, melepaskan, serta memaafkan. Membebaskan ke mana hati sosok tersebut berlabuh, melepaskan genggaman tangan yang tidak lagi erat, serta memaafkan cerita Tuhan yang kurang sesuai dengan harapan-harapan yang selama ini kubangun di imajinasiku sendiri.
Dan bagiku, apa jika cinta kita sedang diuji maka aku akan mudah menyerah? Tidak. Karena masih terlalu banyak rindu untuk Tuhan titipkan pada cerita kita nanti. Disaat aku tak bisa menjabarkan cemas yang membelenggu saat cemburu menghampiri, dan keterbatasanku yang tak bisa mengawasimu selagi jauh dari jangkauan mata dan indera perabaku. Maka aku hanya bisa menyampaikannya ke Arsy pada ‘Penguasa Hati’. Agar Dia selalu senantiasa menjaga hatimu, untukku (jika memang akulah ‘Tulang Rusukmu’).
aku juga ingin mencintaimu dengan hati-hati. Itu karena ketakukanku akan kehilangan dan kemudian lenyap (lagi) di setengah perjalanan mungkin saja terjadi. Kini, aku sedang pelan-pelan mendaki (lagi) tangga masa depan (denganmu), dimana disetiap anak tangganya aku melangkah dengan hati-hati, dimana disetiap pijakannya ku ikuti dengan doa.
Ada yang bilang, pejuang yang baik itu tahu kapan harus maju, kapan harus mundur, dan kapan harus diam menyusun strategi. Dan jika aku diam, itu bukan karna aku sedang marah atau jemu padamu. Aku hanya ingin sesekali bertindak sebagai murid terbaik. Untuk dapat mempelajarimu, aku harus diam demi bisa memperhatikan. Memperhatikan marahmu, senyummu, tangis dan bahagiamu. Dan bukankah kamu itu suka sekali didengarkan? Maka untuk bisa mendengarkanmu, ntah itu nasihat, ocehan amarah atau kisahmu, aku harus menciptakan keheningan. Aku menghitung jumlah bicara agar jangan sampai aku kehilangan fokus, sebab mengecewakanmu adalah pantangan.
Bagiku, kelebihanmu adalah anugerah untukku, dan kekuranganmu akan jadi hal yang membuatmu lebih kucintai. Karena kekuranganmu hanya sebesar debu yang menempel di selaput mataku. Aku berkedip, dan lalu hilang. Kekuranganmu bukan lagi jadi masalah besar. Tentunya bukan kaulah orangnya yang ku inginkan untuk menyematkan cincin di jari manisku jika aku tak bisa mencintai keseluruhanmu. sebab hanya di mataku saja kamu sewujud malaikat, meski nyatanya di dunia nyata kamu tetaplah manusia yang bukan tanpa cacat. Karna aku hanya ingin mencintai manusia, bukan malaikat. Jadi tak perlu yang sempurna, toh aku bukan bidadari…
Jadi tetaplah di sisiku, aku ingin bahagia dengan membahagiakanmu, karena aku ingin menjadi bagian dari ingatanmu yang kemudian menjelma jadi angan-angan tentang masa depan, bukan sekedar kenangan. Membayangkan saat nanti kamu mantap melingkarkan ikatan suci di jari manisku dan berikrar tanpa ingkar. Saat nanti kita sudah menikah dan tinggal serumah. Rumah sederhana kita yang serupa surga. Karna akan ada aku, kamu, dan malaikat-malaikat kecil kita di dalamnya. Bagiku, penampilan rumah tidaklah penting. Karna bila kita mencintai, hati adalah rumah terbaik. Bisa tinggal dihatimu, itu sudah lebih dari cukup. Membayangkan nanti, setiap malam, akan ada wajahku yang kau pandang lekat-lekat sebelum matamu terpejam. Dan di pagi hari, akan ada wajahmu yang selalu tertangkap retinaku saat membuka mata. Menyiapkan makanan kesukaanmu dan menyiapkan segelas kopi selagi kamu sibuk dengan buku-buku dan pekerjaanmu diruangan kita. Bercanda dan bermain bersama malaikat-malaikat kecil diruang keluarga, yang terkadang riuh suara tangis mereka justru terdengar seperti nyanyian dari surga. Indah bukan?
Disetiap kali kaki, lutut, dan keningku bertemu dengan sajadah. disaat itulah aku selalu meminta agar kamulah orang yang nantinya bisa menjagaku. yang menjadi bahuku ketika nanti aku terpuruk, yang menenangkan ketika hatiku gelisah, dan yang menjadi penyeka air mataku. aku selalu meminta agar kamulah yang menjadi masa depanku, hidupku, dan imamku.
aku selalu senang jika bertukar pikiran pada Tuhan tentangmu. Tentang cara mengubah namamu menjadi nama-Nya, lalu kembali menjadi namamu. Tentang cara mengisi pikiranku dengan-Nya, lalu kembali pada pikiranku padamu. Tentang tidak membagi rinduku untuk siapapun selain untukmu. Aku senang mengadu pada Tuhan tentangmu. walau terkadang dihati kecil, ada rasa takut untuk kembali merajut mimpi terlalu jauh. itu karena aku pernah merasakan kegagalan yang teramat pahit, sebuah cinta dan harapan yang kandas ditengah jalan. sebuah cita-cita indah yang sudah terancang dengan indah dan amat sempurna yang sekejap mata di eksekusi tanpa pemberitahuan atau proposal apapun oleh Tuhan. tapi itu adalah masa lalu, tak kuharapkan lagi yang telah lalu. kini, yang kutahu, aku mencintaimu.
Semoga kamu bukan sekedar bertamu, dan semoga Tuhan mengijinkanmu untuk menjadi buah kesabaran yang Dia berikan untukku. Seperti halnya Muhammad yang menjadi buah kesabaran bagi Khadijah. Dan hingga saat itu tiba. Aku yakin, malaikat pun ikut bersujud mengamini setiap hasta dari doa-doaku disetiap kali beribu harapan indah dari dalam hati mengalir deras membasahi sajadah di penghujung malam yang takzim, atau bahkan bintang pun turut serta dalam setiap gempita sujud dan doa yang kupanjatkan..

Jadilah IMAM-ku.. Dengan segala makna yang dikandung oleh kata itu. Dan aku tidak akan henti menunggu saat aku mengucap amin, satu shaf di belakangmu. Dan jadikanlah aku sebaik-baik perhiasan duniamu, hartamu yg paling berharga. Semoga kamu bukan sekedar ‘bertamu’. Karena aku ingin menjadi persinggahan terakhir mu. Rumah mu yang terakhir..