Sabtu, 09 Agustus 2014

Sayang, Tidak Semua Arah Yang Keliru Dalam Hidup Ini, Bisa Kita Temukan Jalan Keluarnya Di Perangkat GPS -_-

"Banyak barang barang yang dihargai begitu tinggi, tapi nyatanya tak satupun  mampu menggenggam tangan kita, ketika langkah kita mulai keliru. Dan kemana pun saya  pergi, ada saja orang orang  yang dengan bernafsu ingin memiliki apa pun yang baru. Sebuah mobil baru, sebidang tanah baru, rumah baru, mainan terbaru. Dan kemudian mereka juga bernafsu menceritakannya pada kamu; Coba lihat apa yang baru aku beli? Atau aku baru beli ini lho,hadiah dari si ini,kado dari si itu.. dan tidak berwujud benar adanya.. yayayaa kau tahu bagaimana saya  menafsirkan semua itu? Yang sangat didambakan oleh orang-orang seperti  ini pada dasarnya adalah pengakuan dan kasih sayang namun karena tidak mendapatkannya. Sehingga mereka mencari ganti dalam bentuk-bentuk yang lain. mereka mengikatkan diri pada melebihkan lebihkan harta benda dan mengharapkan semacam kepuasan dari situ. Akan tetapi usaha mereka tidak pernah berhasil. Kita tidak dapat menukar cinta, kelembutan, keramahan, ketulusan, fakta kehidupan atau rasa persahabatan dengan harta benda. 

Saya tidak tahu seberapa batasan ‘keberuntungan’ yang ada di kepalamu. Tapi dari hidup yang sudah saya lalui hingga saat ini, bisa duduk berdua dengan suami yang saya sayangi, dengan jarak yang tidak jauh hingga mata kami bisa saling menatap saat kami berbincang, lalu bersedia dengan senang hati menertawakan ‘ketidak-beruntungan’ kami; adalah sebuah keburuntungan. Waktu dan juga perhatian yang bersedia dia beri pada saya; adalah harta yang tidak terkira.

Ada kalanya saya berpikir, apakah mungkin pikiran bahwa ‘uang tidaklah sepenting itu untuk dicintai’ dalam diri saya muncul, karena saya tidak lah sekaya mereka yang punya uang melebihi apa yang mereka perlukan. Apakah mungkin pikiran bahwa ‘harta tidaklah sepenting itu untuk dicari’ dalam diri saya muncul, karena saya tidaklah ‘seberuntung’ mereka yang punya segalanya. Atau apakah ini mungkin hanya penyangkalan saya semata? Bahwa saya memang tidak sehebat itu untuk mampu membeli segala yang saya butuhkan; apalagi segala yang saya inginkan.

Well, saya memang tidak miskin. Tapi saya tidak lagi memiliki wajah untuk meminta uang kepada orang tua saya; bila itu hanya untuk keinginan saya memiliki ponsel terbaru,tas baru atau baju baru karena baju yang saya pakai ya cuma itu-itu saja, atau sepatu baru—karena saya tidak punya sepasang sepatu yang cukup untuk saya pakai 7 kali bergantian dalam satu minggu. 

Manusia butuh makan, tapi siapa yang bilang kalau manusia butuh makan makanan yang luar biasa enaknya? Anggap lah apa yang sudah saya lalui dalam hidup saya, mampu membuat saya mengamini kalimat barusan. Sesungguhnya saya kerap kali memikirkan hal di atas tadi, apakah keyakinan saya bahwa uang tidaklah sepenting itu untuk dicintai hanyalah datang dari penyangkalan saya akan hidup saya sendiri yang tidak ‘wah’ dan biasa-biasa saja. 

Banyak hal yang setengah mati kita kejar dan kita inginkan, walau pun sebenarnya tidaklah selayak itu untuk diperjuangkan. Banyak hal-hal semu yang kita tangisi, padahal kenyataannya tidaklah benar-benar bisa membuat kita menjadi utuh. Begitu banyak cinta dan perhatian yang jatuh pada mereka yang bahkan tidak bersedia memberi kita pelukan atau sandaran saat kita memerlukannya. Barang barang yang dihargai begitu tinggi, tapi tak mampu menggenggam tangan kita, ketika langkah kita mulai keliru. Bahkan, banyak sekali perihal yang membuat kita mampu merasa lebih besar dari Tuhan kita sendiri. 

Tapi satu hal yang pasti; ketika kamu meninggal orang tidak akan pernah mengingat sebanyak apa harta yang berhasil kamu kumpulkan, tapi seberapa banyak waktu juga kasih sayang yang sudah bersedia kamu bagi sepanjang hidupmu—untuk mereka yang berada di sekelilingmu. Ini mungkin terbaca klise sekali, tapi saya bukanlah sedang bicara soal hidup miskin jauh lebih baik dari hidup berkecukupan. Saya sedang mencoba mengatakan bahwa hidup berkecukupan, bukanlah hidup yang harus diisi dengan limpahan barang yang sebenarnya tidak begitu berguna untuk mengisi kebahagiaan kita. 

Menurutmu, apa pentingnya bagiku mendengarkan masalah-masalah orang lain? Belum cukupkah beberapa masalah yang harus kujalani sendiri? Perbuatan memberilah yang membuatku merasa hidup. Bukan mobil atau rumahku. Bukan pula apa yang kulihat melalui cermin. Ketika aku memberikan waktuku. Ketika aku dapat membuat seseorang tersenyum setelah sebelumnya merasa sedih, aku merasa sesehat yang pernah kurasakan. 

Itulah yang coba saya beri kepada orang lain yang saya kenal atau tidak saya kenal. Saya mungkin tidaklah punya uang banyak, tapi saya punya kesediaan untuk mendengarkan, saya punya waktu yang bersedia saya bagi, dan saya masih punya rasa syukur di dalam hati saya atas segala yang saya miliki. Kurang dan lebihnya.
Inilah hidup yang saya pilih untuk saya yakini. Dan saya merasa kaya di dalamnya.

Tentu saja saya kerap merasa kesepian dan terluka sendirian, karena walau pun terlihat seperti pribadi yang sangat terbuka, saya bukanlah manusia yang pandai menyampaikan kesedihan saya pada oranglain. Tapi saat saya merasakannya, saya hanya perlu menerima kesedihan itu. Saya akan menangis, tapi itu tidak akan membuat saya berhenti tersenyum setelah berhasil melewatinya. 

Tidak ada yang mengatakan bahwa manusia tidak boleh merasa sedih dan kesepian, yang tidak boleh dilakukan adalah membiarkan sedih dan kesepian tersebut bertahan terlalu lama dalam hatimu. Kamu hanya perlu memberinya jalan untuk melewati hidupmu, dan berhenti keras kepala dengan menahannya. Maka mereka pun akan terlewati dengan sendirinya,

Semoga, kalian pun tengah bahagia dengan hidup yang kalian jalani :)
Salam J

Jumat, 08 Agustus 2014

Saya Menikmati Setiap Fase Yang Saya Jalani

"Yaelah baru 2 bulan nikah mah lagi enak-enaknya.. Coba deh nanti pas udah tahunan.."

atau...

"Nanti deh rasain pas udah punya anak. Ribetnya gimana.."

Pernyataan-pernyataan seperti itu sudah sering mampir ke telinga saya. Awalnya sih masih saya jawab, namun akhirnya hanya sering saya berikan senyum atau saya tidak indahkan sama sekali. Dulupun ketika masih pacaran, banyak yang sering meledeki saya mengenai indahnya awal-awal jadian, tapi lewat juga tuh hingga akhirnya saya ijab kabul..

Intinya, satu hal yang saya yakini adalah...
saya menikmati setiap fase yang saya jalani hari ini. Begitu seterusnya hingga tidak terasa fase terus berganti. Dari euforia pedekate, seneng dan lucunya awal jadian, senyum-senyum sendiri saat dilamar, stress memilih bentuk cincin karena yang kita suka ga ada ukuran lingkar jariku yang mungil -_- , ribetnya ngurus nikahan hingga leganya selesai ijab. Semua saya nikmati fase indahnya tanpa harus pusing mikirin gak enaknya hari-hari di masa depan.

atau contoh kecilnya..
"Nanti rasain deh saat udah nikah, kamu bakalan kenal bener-bener siapa pacar kamu. Pas pacaran mah yang bagus-bagusnya doang..."

Toh buktinya hari ini saya sedang menjalani kok yang ketika saat pacaran orang bilang "...nanti deh kamu rasain dan buktiin siapa sebenernya orang yang nikahin kamu" dan hari ini ternyata apa yang saya rasain? Saya tetap bahagia dan sangat bahagia syukur Alhamdulillah.. Walau memang saya sekarang sedang dalam masa pengenalan lebih jauh siapa orang yang tidur disamping saya.. Tapi kebahagiaan yang saya rasa jelas adalah kebahagiaan berbeda dari yang saya rasakan ketika awal jadian, maupun ketika dilamar. Tapi apakah yang dulu saya rasa artinya lebih bahagia daripada hari ini? tidak.. :)

kesimpulannya?
setiap fase memiliki kebahagiaannya masing-masing,
mengapa pusing memikirkan ketidakenakan masa depan?

Selalu akan ada yang berubah, selalu akan ada yang membuat resah,
selalu akan ada hal susah,
tapi itulah sebenarnya esensi dari hidup?

Hari ini, saya bisa bilang, setelah melewati tahap kontemplasi (sembari nginput data kerjaan..)
saya sangat bahagia ....
Saya sangat bahagia dengan hidup saya hari ini, dengan fase yang kata orang fase mengenal siapa orang yang menemani hidup saya.

..


Nikmati saja apa yang sedang terjadi hari ini,
karena kedepannya hidup tak akan lagi sama,
tapi sesungguhnya,
di depan ada bahagia yang lain..
yang walau rasanya tidak akan sama, tapi kebahagiaan itu..
nyata.....
sesuai fasenya. :)

Salam J