Untuk kamu, lelaki yang ku mau, untuk masa depanku..
Ada yang ingin ku katakan padamu, mengenai isi hati.
Aku ingin menorehkannya ke dalam sebuah tulisan, untuk berjaga-jaga jika nanti
kamu mulai lupa saat ingatan mu termakan usia..
Eemm.. Masih ingat kan?
Kita dipertemukan. Bukan aku yang menemukanmu, ataupun kamu yang menemukanku.
tapi sebuah kebetulan yang disengaja Tuhan-lah yang telah mempertemukan kita.
Masih ingat?
Pertama kali kita bertatap mata? Matamu. Iya, aku jatuh cinta pada matamu.
Pertama kujabat tanganmu, saat itulah matamu menjadi tanda baca, lalu bertemu
mataku, dan kini mereka menjadi cerita..
Masih ingat?
Saat aku memberanikan diri menceritakan semua ketakutanku?
Lalu kamu melihat aku yang lemah, tapi kamu tetap disana. Selalu ada. Untuk
mengawasiku dari kejauhan. Disaat itulah aku jatuh padamu…
Masih ingat?
Saat kamu bilang, akan memberikan yang terbaik untuk ku?
Saat itulah aku belajar untuk percaya (lagi).
Belajar untuk bangkit (lagi).
Belajar untuk kuat (lagi).
Dan berharap tidak dikecewakan (lagi)…
Ketika aku jatuh cinta, aku mempersiapkan dua hal: Bahagia dan sakit hati..
Itu hukum alam. Begitupun saat aku jatuh cinta padamu, dengan segala resikonya,
yang sudah sangat aku pahami. Saat ku jatuhkan hatiku padamu, tak pernah
terfikir bahwa aku ingin singgah selamanya dihatimu sebagai tulang rusukmu
seperti ini.
Aku memang tidak pernah bisa memilih kepada siapa aku akan jatuh cinta..
Yang kutahu, aku selalu jatuh cinta dalam keadaan sadar. Sadar dalam artian,
aku tidak perlu bertanya kepada siapapun “am I falling in love?”
Selama hidup, aku bertemu sosok yang membuatku belajar mencintai dengan
baik: membebaskan, melepaskan, serta memaafkan. Membebaskan ke mana hati sosok
tersebut berlabuh, melepaskan genggaman tangan yang tidak lagi erat, serta
memaafkan cerita Tuhan yang kurang sesuai dengan harapan-harapan yang selama
ini kubangun di imajinasiku sendiri.
Dan bagiku, apa jika cinta kita sedang diuji maka aku akan mudah menyerah?
Tidak. Karena masih terlalu banyak rindu untuk Tuhan titipkan pada cerita kita
nanti. Disaat aku tak bisa menjabarkan cemas yang membelenggu saat cemburu
menghampiri, dan keterbatasanku yang tak bisa mengawasimu selagi jauh dari
jangkauan mata dan indera perabaku. Maka aku hanya bisa menyampaikannya ke Arsy
pada ‘Penguasa Hati’. Agar Dia menjaga hatimu, untukku (jika memang akulah
‘Tulang Rusukmu’).
aku juga ingin mencintaimu dengan hati-hati. Itu karena ketakukanku akan
kehilangan dan kemudian lenyap (lagi) di setengah perjalanan mungkin saja
terjadi. Kini, aku sedang pelan-pelan mendaki (lagi) tangga masa depan
(denganmu), dimana disetiap anak tangganya aku melangkah dengan hati-hati,
dimana disetiap pijakannya ku ikuti dengan doa.
Ada yang bilang, pejuang yang baik itu tahu kapan harus maju, kapan harus
mundur, dan kapan harus diam menyusun strategi. Dan jika aku diam, itu bukan
karna aku sedang marah atau jemu padamu. Aku hanya ingin sesekali bertindak
sebagai murid terbaik. Untuk dapat mempelajarimu, aku harus diam demi bisa
memperhatikan. Memperhatikan marahmu, senyummu, sedihmu dan bahagiamu. Dan
bukankah kamu itu suka sekali didengarkan? Maka untuk bisa mendengarkanmu, ntah
itu nasihat, ocehan amarah atau kisahmu, aku harus menciptakan keheningan. Aku
menghitung jumlah bicara agar jangan sampai aku kehilangan fokus, sebab
mengecewakanmu adalah pantangan.
Bagiku, kelebihanmu adalah anugerah untukku, dan kekuranganmu akan jadi hal
yang membuatmu lebih kucintai. Karena kekuranganmu hanya sebesar debu yang
menempel di selaput mataku. Aku berkedip, dan lalu hilang. Kekuranganmu bukan
lagi jadi masalah besar. Tentunya bukan kaulah orangnya yang ku inginkan untuk
menyematkan cincin di jari manisku jika aku tak bisa mencintai keseluruhanmu.
sebab hanya di mataku saja kamu sewujud malaikat, meski nyatanya di dunia nyata
kamu tetaplah manusia yang bukan tanpa cacat. Karna aku hanya ingin mencintai
manusia, bukan malaikat. Jadi tak perlu yang sempurna, toh aku bukan bidadari…hehee
Jadi tetaplah di sisiku, aku ingin bahagia dengan membahagiakanmu, karena
aku ingin menjadi bagian dari ingatanmu yang kemudian menjelma jadi angan-angan
tentang masa depan, bukan sekedar kenangan. Membayangkan saat nanti kamu mantap
menjabat tangan ayahku dan berikrar tanpa ingkar di hadapan waliku. Saat nanti
kita sudah menikah dan tinggal serumah. Rumah sederhana kita yang serupa surga.
Karna akan ada aku, kamu, dan malaikat-malaikat kecil kita di dalamnya. Bagiku,
penampilan rumah tidaklah penting. Karna bila kita mencintai, hati adalah rumah
terbaik. Bisa tinggal dihatimu, itu sudah lebih dari cukup. Membayangkan nanti,
setiap malam, akan ada wajahku yang kau pandang lekat-lekat sebelum matamu
terpejam. Dan di pagi hari, akan ada wajahmu yang selalu tertangkap retinaku
saat membuka mata. Menyiapkan makanan kesukaanmu dan menyiapkan segelas teh
hangat selagi kamu sibuk dengan berkas2 dan pekerjaanmu diruangan kita.
Bercanda dan bermain bersama malaikat-malaikat kecil diruang keluarga, yang
terkadang riuh suara tangis mereka justru terdengar seperti nyanyian dari
surga. Indah bukan? :)
Disetiap kali kaki, lutut, dan keningku bertemu dengan sajadah. disaat
itulah aku selalu meminta agar kamu senantiasa menjagaku. yang menjadi bahuku
ketika nanti aku terpuruk, yang menenangkan ketika hatiku gelisah, dan yang
menjadi penyeka air mataku. aku selalu meminta agar kamulah yang menjadi masa
depanku, hidupku, dan imamku.
Tau gak, aku selalu senang jika bertukar pikiran pada Tuhan tentangmu.
Tentang cara mengubah namamu menjadi nama-Nya, lalu kembali menjadi namamu.
Tentang cara mengisi pikiranku dengan-Nya, lalu kembali pada pikiranku padamu.
Tentang tidak membagi rinduku untuk siapapun selain untukmu. Aku senang mengadu
pada Tuhan tentangmu. walau terkadang dihati kecil, ada rasa takut untuk
kembali merajut mimpi terlalu jauh. itu karena aku pernah merasakan kegagalan
yang teramat pahit, sebuah cinta dan harapan yang kandas ditengah jalan. sebuah
cita-cita indah yang sudah terancang dengan indah dan amat sempurna yang
sekejap mata di eksekusi tanpa pemberitahuan atau proposal apapun oleh Tuhan.
tapi itu adalah masa lalu, tak kuharapkan lagi yang telah lalu. kini, yang
kutahu, aku mencintaimu.
Semoga kamu bukan sekedar bertamu, dan semoga Tuhan mengijinkanmu untuk
menjadi buah kesabaran yang Dia berikan untukku. Seperti halnya Muhammad yang
menjadi buah kesabaran bagi Khadijah. Dan hingga saat itu tiba. Aku yakin,
malaikat pun ikut bersujud mengamini setiap hasta dari doa-doaku disetiap kali
beribu harapan indah dari dalam hati mengalir deras membasahi sajadah di
penghujung malam yang takzim, atau bahkan bintang pun turut serta dalam setiap
gempita sujud dan doa yang kupanjatkan..
Jadilah IMAM-ku.. Dengan segala makna yang dikandung oleh kata itu. Dan aku
tak akan henti menunggu saat aku mengucap amin, satu shaf di belakangmu. Dan
jadikanlah aku sebaik-baiknya perhiasan duniamu, hartamu yg paling berharga.
Semoga kamu bukan sekedar ‘bertamu’. Karena aku ingin menjadi persinggahan
terakhir mu. Rumah mu yang terakhir..
" Calon istrimu yang setiap malam susah tidur karena menahan rindu "