Selasa, 05 November 2013

Suatu Hari di Masa Lalu

Perempuan Setahun lalu yang saat itu tengah menghukum dirinya sendiri. Saya memang tidak pernah mampu merengek atau mengumpat, atau bahkan berlagak membenci orang yang tengah saya sayangi. Saya pun tidak akan pernah membiarkan diri saya tampak begitu lemah dan kasihan. Hey, hidup saya sudah kurang kasihan apa lagi saat itu,dan saya tidak akan membiarkan siapa pun semakin kasihan, mendekati saya karena kasihan, atau bahkan mencintai saya karena kasihan. Saya kira saya sudah cukup menghasihani diri saya sendiri, dan saya tidak membutuhkan perasaan itu datang dari manusia lain. Harga diri dan gengsi saya yang begitu tinggi, membuat saya lebih suka diam dan bersabar.

            Saya berusaha memberi diri saya sendiri waktu untuk sembuh di waktu itu, dibanding saya harus meluap luapkan perasaan saya tak karuan diluaran sana,atau bahkan di telinga sahabat saya sendiri. Saya masih punya Tuhan,dan saya tahu Dia sanggup menerima keluhan apa pun dari saya,setidaknya 5 waktu dalam sehari. Persoalan saya saat itu hanyalah; Saya terlalu menyayanginya,dan saya hanya harus berhenti menyayanginya dan berjalan mundur. Walau kenyataannya hal itu bukanlah sekedar sebuah ‘hanya’.

            Jelas saja,saat itu bukanlah hal yang sederhana. Hidup saya saat itu sangat melelahkan. Saya menangis bisa dua kali lipat. Ah, banyak sekali hal yang saya tangisi pada saat itu. Masalah keluarga, kerumitan skripsi saya, masalah perasaan. And no one who cares, karena memang saya tidak mengijinkan siapa pun untuk peduli pada saya. Saya hanya terlalu marah pada diri saya sendiri.

            Dan Saya bahkan tertawa detik ini.. Lucu sekali saya pada saat itu :)
Saya bukanlah tipikal perempuan pembenci, tapi saya adalah perempuan yang tidak pernah bisa lupa apabila saya pernah dilupakan atau bahkan diabaikan oleh seseorang. Saya merasa bodoh dan sangat amat bodoh. Saya pun merasa sangat bersalah pada kedua orangtua saya,penyesalan yang seumur hidup bagi saya. Yang meskipun sudah termaafkan dari orangtua saya,sampai detik ini, rasanya bahkan masih sama pedih. Saya punya begitu banyak rasa bersalah kepada beliau. Saya bukanlah anak perempuannya yang baik.
Karena saya hanyalah perempuan yang ceroboh,bodoh dan sok tegar
Ceroboh, bodoh dan sok tegar
Itulah saya..

            Tapi, segalanya saat ini hanyalah berlabel “kemarin”. Tanpa embel embel kecewa atau sakit hati. Segalanya hanyalah kemarin dan mengingatnya tidak lagi sesakit dulu. Saya menyadari betul bahwa segala hal yang terjadi adalah tanggung jawab saya sepenuhnya. Kalau pun ada yang harus saya salahkan, itu adalah diri saya sendiri. Kalau saya sempat merasa kesal, marah atau sakit hati, itu adalah bagian Allah untuk dapat memperhitungkannya dengan keadilan-Nya sendiri. Membalas, atau hitung menghitung bukanlah kapasitas saya.

            Yang saya tahu sekarang; semua yang terjadi begitu banyak memberi pelajaran. Entah bagian yang bahagia, entah bagian yang menyakitkannya. Entah yang pergi meninggalkan, entah yang memilih berhenti menyayangi. Entah yang dilukai, entah yang tak sengaja melukai. Saya rasa, tidak ada manusia yang begitu saja sengaja melukai perasaan orang lain. Terkadang, kita melakukan hal hal yang ada diluar kendali kita. Karena memang kita tidak bisa mengendalikan bagaimana hati seseorang akan merasa atas apa yang tengah di lakukannya. Saya mungkin sudah begitu banyak menyakiti perasaan pria lain dengan tingkah saya yang rumit dan gengsian, Saya pun mungkin sudah begitu banyak menyakiti perasaan pria lain dengan memilih dia dan pergi,tanpa berdaya meminta penjelasan padanya. Atau sekedar melontarkan pertanyaan seperti ini pun saya sudah tidak sanggup;
Kenapa kamu melakukan itu?
Kenapa kamu meninggalkan saya demi perempuan lain saat itu?
Atau kenapa kamu, harus membuat saya menyayangimu- dan lalu kamu pergi begitu saja?

            Saya adalah perempuan yang merasa, bahwa pria seharusnya menyadari diri, bahwa mereka perlu memberi penjelasan tanpa harus membuat perempuan merengek. Walau pun seharusnya, segala pertanyaan itu tetap harus saya ajukan. Agar saya tidak lantas mereka reka sendiri jawabannya. Jawaban yang tentu saja belum tentu benar. Saya hanya berpikir, saya tidak lah pantas membebani mereka dengan pertanyaan pertanyaan itu. Karena apa pun jawaban yang mereka lontarkan pada kenyataannya saya lah yang sudah terlalu lelah untuk mendengarnya.

            Mungkin bagian menyakitkan lain hanyalah ketika saya sudah berusaha mencoba menyayangi dan memahami di tengah keterbatasan saya saat itu, tapi saya tetap dianggap tidaklah cukup. Lalu tersenyum kecut memikirkan itu,selalu membuat perasaan saya muram. Seandainya saja, seandainya saja saya bisa menggambarkan seberapa hancur perasaan saya saat harus menjadi seorang ketty di detik itu. Saya, saya hanyalah tidak pernah punya kemampuan untuk menunjukkan luka saya sendiri. Saya takut Tuhan berpikir, saya tidak cukup bersyukur atas apa yang saya miliki saat itu dan Dia pun mengambil kebahagiaan kebahagiaan lain yang tersisa yang masih saya miliki.
            Saya baik baik saja, ini hanyalah luka kecil dibandingkan segala yang sampai saat ini masih terjadi dalam hidup saya. Lagi pula, hidup siapa yang bisa lepas dari rasa takut kehilangan dan kecewa? Kita pasti akan pergi, atau siapa pun yang ada dalam hidup kita pun suatu ketika akan pergi.


Saya hanya tahu, bahwa segala yang harus pergi hanyalah untuk memberi ruang bagi kedatangan yang lebih baik.
Tidak apa apa. Saya saat ini sehat dan tengah bahagia dengan seseorang.. yah dia masa depan saya,hidup saya (Irfan)

Sekali lagi Terima kasih untuk kamu, suatu hari di masa lalu saya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar