Perempuan Setahun lalu yang
saat itu tengah menghukum dirinya sendiri. Saya memang tidak pernah mampu
merengek atau mengumpat, atau bahkan berlagak membenci orang yang tengah saya
sayangi. Saya pun tidak akan pernah membiarkan diri saya tampak begitu lemah
dan kasihan. Hey, hidup saya sudah kurang kasihan apa lagi saat itu,dan saya
tidak akan membiarkan siapa pun semakin kasihan, mendekati saya karena kasihan,
atau bahkan mencintai saya karena kasihan. Saya kira saya sudah cukup
menghasihani diri saya sendiri, dan saya tidak membutuhkan perasaan itu datang
dari manusia lain. Harga diri dan gengsi saya yang begitu tinggi, membuat saya
lebih suka diam dan bersabar.
Saya berusaha memberi diri saya sendiri waktu untuk
sembuh di waktu itu, dibanding saya harus meluap luapkan perasaan saya tak
karuan diluaran sana,atau bahkan di telinga sahabat saya sendiri. Saya masih
punya Tuhan,dan saya tahu Dia sanggup menerima keluhan apa pun dari
saya,setidaknya 5 waktu dalam sehari. Persoalan saya saat itu hanyalah; Saya terlalu menyayanginya,dan saya hanya
harus berhenti menyayanginya dan berjalan mundur. Walau kenyataannya hal
itu bukanlah sekedar sebuah ‘hanya’.
Jelas saja,saat itu bukanlah hal yang sederhana. Hidup
saya saat itu sangat melelahkan. Saya menangis bisa dua kali lipat. Ah, banyak
sekali hal yang saya tangisi pada saat itu. Masalah keluarga, kerumitan skripsi
saya, masalah perasaan. And no one who
cares, karena memang saya tidak mengijinkan siapa pun untuk peduli pada
saya. Saya hanya terlalu marah pada diri saya sendiri.
Dan Saya bahkan tertawa detik ini.. Lucu sekali saya pada
saat itu :)
Saya bukanlah tipikal
perempuan pembenci, tapi saya adalah perempuan yang tidak pernah bisa lupa
apabila saya pernah dilupakan atau
bahkan diabaikan oleh seseorang. Saya merasa bodoh dan sangat amat bodoh.
Saya pun merasa sangat bersalah pada kedua orangtua saya,penyesalan yang seumur
hidup bagi saya. Yang meskipun sudah termaafkan dari orangtua saya,sampai detik
ini, rasanya bahkan masih sama pedih. Saya punya begitu banyak rasa bersalah
kepada beliau. Saya bukanlah anak perempuannya yang baik.
Karena saya hanyalah perempuan
yang ceroboh,bodoh dan sok tegar
Ceroboh, bodoh dan sok tegar
Itulah saya..
Tapi, segalanya saat ini hanyalah berlabel “kemarin”.
Tanpa embel embel kecewa atau sakit hati. Segalanya hanyalah kemarin dan
mengingatnya tidak lagi sesakit dulu. Saya menyadari betul bahwa segala hal
yang terjadi adalah tanggung jawab saya sepenuhnya. Kalau pun ada yang harus
saya salahkan, itu adalah diri saya sendiri. Kalau saya sempat merasa kesal,
marah atau sakit hati, itu adalah bagian Allah untuk dapat memperhitungkannya
dengan keadilan-Nya sendiri. Membalas, atau hitung menghitung bukanlah
kapasitas saya.
Yang saya tahu sekarang; semua yang terjadi begitu banyak
memberi pelajaran. Entah bagian yang bahagia, entah bagian yang menyakitkannya.
Entah yang pergi meninggalkan, entah yang memilih berhenti menyayangi. Entah
yang dilukai, entah yang tak sengaja melukai. Saya rasa, tidak ada manusia yang
begitu saja sengaja melukai perasaan orang lain. Terkadang, kita melakukan hal
hal yang ada diluar kendali kita. Karena memang kita tidak bisa mengendalikan
bagaimana hati seseorang akan merasa
atas apa yang tengah di lakukannya. Saya mungkin sudah begitu banyak menyakiti
perasaan pria lain dengan tingkah saya yang rumit dan gengsian, Saya pun
mungkin sudah begitu banyak menyakiti perasaan pria lain dengan memilih dia dan
pergi,tanpa berdaya meminta penjelasan padanya. Atau sekedar melontarkan
pertanyaan seperti ini pun saya sudah tidak sanggup;
Kenapa kamu melakukan itu?
Kenapa kamu meninggalkan saya
demi perempuan lain saat itu?
Atau kenapa kamu, harus
membuat saya menyayangimu- dan lalu kamu pergi begitu saja?
Saya
adalah perempuan yang merasa, bahwa pria seharusnya menyadari diri, bahwa
mereka perlu memberi penjelasan tanpa harus membuat perempuan merengek. Walau
pun seharusnya, segala pertanyaan itu tetap harus saya ajukan. Agar saya tidak
lantas mereka reka sendiri jawabannya. Jawaban yang tentu saja belum tentu benar.
Saya hanya berpikir, saya tidak lah pantas membebani mereka dengan pertanyaan
pertanyaan itu. Karena apa pun jawaban yang mereka lontarkan pada kenyataannya
saya lah yang sudah terlalu lelah untuk mendengarnya.
Mungkin bagian menyakitkan lain
hanyalah ketika saya sudah berusaha mencoba menyayangi dan memahami di tengah
keterbatasan saya saat itu, tapi saya tetap dianggap tidaklah cukup. Lalu
tersenyum kecut memikirkan itu,selalu membuat perasaan saya muram. Seandainya
saja, seandainya saja saya bisa menggambarkan seberapa hancur perasaan saya
saat harus menjadi seorang ketty di detik itu. Saya, saya hanyalah tidak pernah
punya kemampuan untuk menunjukkan luka saya sendiri. Saya takut Tuhan berpikir,
saya tidak cukup bersyukur atas apa yang saya miliki saat itu dan Dia pun
mengambil kebahagiaan kebahagiaan lain yang tersisa yang masih saya miliki.
Saya baik baik saja, ini hanyalah
luka kecil dibandingkan segala yang sampai saat ini masih terjadi dalam hidup
saya. Lagi pula, hidup siapa yang bisa lepas dari rasa takut kehilangan dan
kecewa? Kita pasti akan pergi, atau siapa pun yang ada dalam hidup kita pun
suatu ketika akan pergi.
Saya
hanya tahu, bahwa segala yang harus pergi hanyalah untuk memberi ruang bagi
kedatangan yang lebih baik.
Tidak
apa apa. Saya saat ini sehat dan tengah bahagia dengan seseorang.. yah dia masa
depan saya,hidup saya (Irfan)
Sekali
lagi Terima kasih untuk kamu, suatu hari di masa lalu saya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar