Kamis, 10 Oktober 2013

Untuk kamu, lelaki yang ku mau, untuk masa depanku.. (IRFAN PANJI' YURISTAMA)

Ada yang ingin ku katakan padamu, mengenai isi hati.
Aku ingin menorehkannya ke dalam sebuah tulisan, untuk berjaga-jaga jika nanti kamu mulai lupa saat ingatan mu termakan usia..
Eemm.. Masih ingat?
Kita dipertemukan. Bukan aku yang menemukanmu, ataupun kamu yang menemukanku. tapi sebuah skenario yang disengaja Tuhan-lah yang telah mempertemukan kita.
Masih ingat?
Pertama kali kita berjabat tangan? Matamu. Iya, aku jatuh cinta pada matamu. Pertama kujabat tanganmu, saat itulah matamu menjadi tanda baca, lalu bertemu mataku, dan kini mereka menjadi cerita..
Masih ingat?
Saat aku memberanikan diri menceritakan semua ketakutanku?
Lalu kamu melihat aku yang lemah., meski kamu tidak suka dengan orang yg lemah, tapi ternyata kamu tetap disana. Selalu ada. Untuk mengawasiku dari kejauhan. Disaat itulah aku jatuh padamu…
Masih ingat?
Saat kamu bilang, akan memberikan yang terbaik untuk ku?
Saat itulah aku belajar untuk percaya (lagi).
Belajar untuk bangkit (lagi).
Belajar untuk kuat (lagi).
Dan berharap tidak dikecewakan (lagi)…
Ketika aku jatuh cinta, aku mempersiapkan dua hal: Bahagia dan sakit hati.. Itu hukum alam. Begitupun saat aku jatuh cinta padamu, dengan segala resikonya, yang sudah sangat aku pahami. Saat ku jatuhkan hatiku padamu, tak pernah terfikir bahwa aku ingin singgah selamanya dihatimu sebagai tulang rusukmu seperti ini.
Aku memang tidak pernah bisa memilih kepada siapa aku akan jatuh cinta.. Yang kutahu, aku selalu jatuh cinta dalam keadaan sadar. Sadar dalam artian, aku tidak perlu bertanya kepada siapapun “am I falling in love?”
Selama hidup, aku bertemu sosok yang membuatku belajar mencintai dengan baik: membebaskan, melepaskan, serta memaafkan. Membebaskan ke mana hati sosok tersebut berlabuh, melepaskan genggaman tangan yang tidak lagi erat, serta memaafkan cerita Tuhan yang kurang sesuai dengan harapan-harapan yang selama ini kubangun di imajinasiku sendiri.
Dan bagiku, apa jika cinta kita sedang diuji maka aku akan mudah menyerah? Tidak. Karena masih terlalu banyak rindu untuk Tuhan titipkan pada cerita kita nanti. Disaat aku tak bisa menjabarkan cemas yang membelenggu saat cemburu menghampiri, dan keterbatasanku yang tak bisa mengawasimu selagi jauh dari jangkauan mata dan indera perabaku. Maka aku hanya bisa menyampaikannya ke Arsy pada ‘Penguasa Hati’. Agar Dia selalu senantiasa menjaga hatimu, untukku (jika memang akulah ‘Tulang Rusukmu’).
aku juga ingin mencintaimu dengan hati-hati. Itu karena ketakukanku akan kehilangan dan kemudian lenyap (lagi) di setengah perjalanan mungkin saja terjadi. Kini, aku sedang pelan-pelan mendaki (lagi) tangga masa depan (denganmu), dimana disetiap anak tangganya aku melangkah dengan hati-hati, dimana disetiap pijakannya ku ikuti dengan doa.
Ada yang bilang, pejuang yang baik itu tahu kapan harus maju, kapan harus mundur, dan kapan harus diam menyusun strategi. Dan jika aku diam, itu bukan karna aku sedang marah atau jemu padamu. Aku hanya ingin sesekali bertindak sebagai murid terbaik. Untuk dapat mempelajarimu, aku harus diam demi bisa memperhatikan. Memperhatikan marahmu, senyummu, tangis dan bahagiamu. Dan bukankah kamu itu suka sekali didengarkan? Maka untuk bisa mendengarkanmu, ntah itu nasihat, ocehan amarah atau kisahmu, aku harus menciptakan keheningan. Aku menghitung jumlah bicara agar jangan sampai aku kehilangan fokus, sebab mengecewakanmu adalah pantangan.
Bagiku, kelebihanmu adalah anugerah untukku, dan kekuranganmu akan jadi hal yang membuatmu lebih kucintai. Karena kekuranganmu hanya sebesar debu yang menempel di selaput mataku. Aku berkedip, dan lalu hilang. Kekuranganmu bukan lagi jadi masalah besar. Tentunya bukan kaulah orangnya yang ku inginkan untuk menyematkan cincin di jari manisku jika aku tak bisa mencintai keseluruhanmu. sebab hanya di mataku saja kamu sewujud malaikat, meski nyatanya di dunia nyata kamu tetaplah manusia yang bukan tanpa cacat. Karna aku hanya ingin mencintai manusia, bukan malaikat. Jadi tak perlu yang sempurna, toh aku bukan bidadari…
Jadi tetaplah di sisiku, aku ingin bahagia dengan membahagiakanmu, karena aku ingin menjadi bagian dari ingatanmu yang kemudian menjelma jadi angan-angan tentang masa depan, bukan sekedar kenangan. Membayangkan saat nanti kamu mantap melingkarkan ikatan suci di jari manisku dan berikrar tanpa ingkar. Saat nanti kita sudah menikah dan tinggal serumah. Rumah sederhana kita yang serupa surga. Karna akan ada aku, kamu, dan malaikat-malaikat kecil kita di dalamnya. Bagiku, penampilan rumah tidaklah penting. Karna bila kita mencintai, hati adalah rumah terbaik. Bisa tinggal dihatimu, itu sudah lebih dari cukup. Membayangkan nanti, setiap malam, akan ada wajahku yang kau pandang lekat-lekat sebelum matamu terpejam. Dan di pagi hari, akan ada wajahmu yang selalu tertangkap retinaku saat membuka mata. Menyiapkan makanan kesukaanmu dan menyiapkan segelas kopi selagi kamu sibuk dengan buku-buku dan pekerjaanmu diruangan kita. Bercanda dan bermain bersama malaikat-malaikat kecil diruang keluarga, yang terkadang riuh suara tangis mereka justru terdengar seperti nyanyian dari surga. Indah bukan?
Disetiap kali kaki, lutut, dan keningku bertemu dengan sajadah. disaat itulah aku selalu meminta agar kamulah orang yang nantinya bisa menjagaku. yang menjadi bahuku ketika nanti aku terpuruk, yang menenangkan ketika hatiku gelisah, dan yang menjadi penyeka air mataku. aku selalu meminta agar kamulah yang menjadi masa depanku, hidupku, dan imamku.
aku selalu senang jika bertukar pikiran pada Tuhan tentangmu. Tentang cara mengubah namamu menjadi nama-Nya, lalu kembali menjadi namamu. Tentang cara mengisi pikiranku dengan-Nya, lalu kembali pada pikiranku padamu. Tentang tidak membagi rinduku untuk siapapun selain untukmu. Aku senang mengadu pada Tuhan tentangmu. walau terkadang dihati kecil, ada rasa takut untuk kembali merajut mimpi terlalu jauh. itu karena aku pernah merasakan kegagalan yang teramat pahit, sebuah cinta dan harapan yang kandas ditengah jalan. sebuah cita-cita indah yang sudah terancang dengan indah dan amat sempurna yang sekejap mata di eksekusi tanpa pemberitahuan atau proposal apapun oleh Tuhan. tapi itu adalah masa lalu, tak kuharapkan lagi yang telah lalu. kini, yang kutahu, aku mencintaimu.
Semoga kamu bukan sekedar bertamu, dan semoga Tuhan mengijinkanmu untuk menjadi buah kesabaran yang Dia berikan untukku. Seperti halnya Muhammad yang menjadi buah kesabaran bagi Khadijah. Dan hingga saat itu tiba. Aku yakin, malaikat pun ikut bersujud mengamini setiap hasta dari doa-doaku disetiap kali beribu harapan indah dari dalam hati mengalir deras membasahi sajadah di penghujung malam yang takzim, atau bahkan bintang pun turut serta dalam setiap gempita sujud dan doa yang kupanjatkan..

Jadilah IMAM-ku.. Dengan segala makna yang dikandung oleh kata itu. Dan aku tidak akan henti menunggu saat aku mengucap amin, satu shaf di belakangmu. Dan jadikanlah aku sebaik-baik perhiasan duniamu, hartamu yg paling berharga. Semoga kamu bukan sekedar ‘bertamu’. Karena aku ingin menjadi persinggahan terakhir mu. Rumah mu yang terakhir..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar