Kamis, 22 Agustus 2013

writing is like breathing an extra lung. And as it’s seen with the ekstra eyes inside my heart

Setiap kali menulis biasanya saya tidak memikirkan apapun di detik itu. Maksud saya, tidak memikirkan soal hal hal yang sedang terjadi saat itu. Biasanya saya justru terngiang hal hal yang telah atau saya bayangkan kelak akan terjadi. Mungkin itu adalah salah satu dari sejuta alasan yang bisa saya sebutkan bila seseorang bertanya pada saya; Hey ketty, kenapa kamu suka menulis?
Karena menulis memberi saya banyak kesempatan untuk mengingat atau memimpikan banyak hal dengan cara yang lebih baik. “            For  me, writing is like breathing an extra lung. And as it’s seen with the ekstra eyes inside my heart”
Agak drama terbaca tapi kenyataannya ya memang begitu. Saya melewati banyak masa masa berat, sangat berat sampai rasanya saya sering merasa sesak di dada. Tapi menulis, memberi saya kesempatan untuk bernafas dengan ruang yang lain. Ruang lapang yang di penuhi pepohonan rindang, juga bunga bunga menjuntai dari akar akarnya yang menggelantung. Saya menemukan ruang baru, ruang pribadi saya. Yang mampu menyimpan perasaan perasaan saya dalam jajaran huruf hurufnya.
Menulis pun, membuat saya seperti memiliki mata di dalam hati saya; Menulis mengajarkan saya untuk dapat melihat apa yang tidak saya lihat ketika saya melihat sesuatu hanya dengan mata kepala . Karena saat saya menulis, saya kembali memikirkan hal hal yang akan saya tulis. Dan biasanya ada banyak hal yang sebelumnya luput saya ketahui,bahkan menjadi mampu saya pahami. Melihat segala hal dari sisi yang kerap diabaikan oleh penglihatan semata.
Dan kalaupun tulisan saya terbaca baik dan banyak dari kalian yang menyukainya, bahkan tergugah karenya. Itu hanyalah bonus spesial dari Tuhan. Apalah saya tanpa Tuhan? J
Acap kali saya merasa sebagai tempat curahan hati dan keluh kesah teman, sahabat, rekan kantor.Dan apa mereka juga memikirkan bahwa saya juga mempunyai banyak hal yang kadang saya sendiri masih belum mampu untuk mendeskripsikan ke siapapun kecuali dengan Tuhan. Kita bukan robot yang gak punya perasaan kan? Kita juga buka manusia super yang tahan banting di setiap keadaan, yang punya nyawa 7, yang gak jadi mati tiap udah nyaris mati,bukan seperti itu..
See that?
            Mau tinggal di kota,mau tinggal di ujung desa macam saya. Mau kaya mau miskin. Mau pandai,mau bodoh. Semua orang selalu punya peperangannya sendiri sendiri.  Di buku the fault in our stars, John Green bahkan menggambarkan kalau penderita kangker adalah seseorang yang sedang memerangi dirinya sendiri. Karena kangker adalah bagian dari dirinya.Karena sel kangker itu hidup di dalam dirinya, bahkan kita yang tidak punya penyakitnya pun sebenarnya punya bakal sel tersebut di dalam tubuh kita. Dan kangker ingin hidup. Maka, kematian bukanlah berarti kalahan dalam peperangan ini. Karena siapapun yang menang, mereka adalah satu dari setiap bagiannya yang lain.
“Sometimes it’s too bad, but it’s life”
            Terkadang, hidup tidak memberimu pilihan perang seperti apa yang akan kamu hadapi. Tapi, menghadapinya bukanlah suatu pilihan. Kita sudah seharusnya melakukannya, agar ada yang akan terlewati, agar ada yang selesai, agar ada yang kita temukan, agar kita bisa sampai pada lembar terakhir..Agar kita bisa menutup buku.
            Baik atau buruk hasil akhir ceritanya bukanlah pointnya. Tapi keberanian menghadapi setiap lembarannya akan selalu jadi bagian baik dalam cerita kehidupan yang sanggup kita tulis.
Jadi, jangan pandai mengeluh.. Karena mereka tidak akan membawamu ke mana mana, selain kepada keterpurukan yang berkepanjangan dan kemrosotan imanJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar